Berkat Kompasiana, Aku Menggapai Amerika Serikat

oleh : Yusran Darmawan 13430550161537898605
SESAAT lagi pesawat yang kutumpangi akan mendarat di Bandara Detroit Wayne International, Amerika Serikat (AS). Pramugari telah mengumumkan bahwa semua penumpang akan melewati pemeriksaan imigrasi dan mesti menyiapkan beberapa dokumen. Hari ini, 3 September 2011, tiba-tiba saja aku terkejut saat menyadari di mana sekarang aku berada. Aku telah melangkah jauh dan menggapai satu impian yang telah lama kukerek tinggi-tinggi. Hari ini aku akan menginjakkan kaki di benua Amerika. Semuanya berkat tulisan iseng pada blog dan Kompasiana.
Bagi sebagian orang, menulis blog adalah sesuatu yang dianggap sepele dan membuang-buang waktu. Banyak yang menyebutnya sebagai aktivitas yang menghabiskan energi. Namun jika kurenungi dalam-dalam, justru aktivitas inilah yang telah menerbangkan diriku hingga menggapai beberapa hal yang dulunya hanya menjadi impian. Blog bukan saja sarana berbagi dan mengalirkan curhat ke dalam sungai luas dunia maya. Blog bisa menjadi dua kepak sayap yang akan menerbangkan seseorang untuk memetik bintang di langit tinggi, yang selama ini hanya bias dikhayalkan. Tak percaya? Diriku telah membuktikannya.
Beberapa tahun silam, aku membaca beberapa buku motivasi seperti Laskar Pelangi dan Negeri Lima Menara. Sejujurnya, aku tak terlalu menyenangi buku-buku tersebut sebab beberapa kalimatnya seakan terlalu menyanjung negeri orang lain dan merendahkan negeri sendiri. Tapi aku menemukan sebuah motivasi kuat yang menancap dalam diri bahwa siapapun bisa menggapai angan-angan. Pernah pula kubaca tulisan tentang pengalaman tiga kompasioner yakni Della Anna, Mariska Lubis, dan Inge (tulisannya DI SINI) yang melanglang buana ke negeri lain dan menyerap hikmah-hikmah dan makna di sana. Sebuah tulisan yang inspiratif.
Beberapa tahun silam, aku juga menyaksikan film The Secret. Di situ ada kisah tentang seseorang yang memelihara impiannya untuk membeli rumah. Ia lalu menggunting beberapa gambar rumah yang paling diinginkannya. Ia menjadikannya sebagai motivasi yang melecut semangatnya. Setelah beberapa tahun berikutnya ia berhasil membeli rumah. Saat dibukanya kembali catatan harian -yang terdapat gambar rumah yang diidamkannya--, ia langsung terduduk sambil terisak. Betapa tidak, rumah yang dbelinya ternyata adalah rumah yang sejak dulu diidamkannya. Ajaib! Ia telah mewujudkan mimpi menjadi kenyataan.
Tulisan-tulisan itu telah menyalakan semangat dalam diri untuk mencoba mengikuti jejak mereka. Ini soal keberanian serta kemampuan untuk memelihara semangat di tengah terjangan pesimisme dan tatap sinis banyak orang. Kita memang terlahir pada iklim dan kondisi di mana banyak orang hanya bisa mencaci dan meremehkan impian. Dan itu seringkali menjadi petaka yang memantek langkah-langkah ajaib yang mestinya bisa kita lesatkan. Tapi hidup harus dihadapi dengan penuh keberanian sebagaimana para nelayan yang hendak melaut.  Para nelayan itu paham bahwa segala sesuatu bisa terjadi di laut. Tapi mereka telah memasrahkan keselamatan dirinya pada kecakapan meniti buih di atas laut sebagaimana diwariskan para pelaut pemberani negeri ini sejak ratusan tahun silam
Mengapa Kompasiana?
13430552971678631315
saat di depan Capitol Hill di Washington DC
BERBEKAL motivasi kuat tersebut, mulailah aku menata langkah ke depan. Aku sadar bahwa belajar di luar negeri adalah mimpi buatku. Ayahku telah lama meninggal dunia. Ibuku hanyalah seorang guru sekolah dasar di Kota Baubau, yang terletak di Pulau Buton. Tapi aku punya sesuatu yang diwariskan ayah. Aku punya semangat yang menyala-nyala dan menerangi semua langkah yang akan dijalani. Meskipun aku sadar bahwa kaki ini terlampau rapuh untuk menjangkau banyak hal. Lantas, apa yang harus kulakukan?
Mengacu pada kisah dalam The Secret, aku mulai mengkhayalkan seperti apakah gerangan Amerika Serikat. Segalanya harus dimulai dari imajinasi serta angan-angan yang kuat tentang masa depan. Aku ingin membentuk masa depan melalui tulisan. Minimal, aku telah mengkhayalkannya. Blog menjadi arena yang mengalirkan semua hasrat, keinginan, serta keinginanku untuk belajar di negeri itu. Selama kurang lebih beberapa tahun, aku telah menghasilkan tulisan blog hingga 1.500 tulisan dengan berbagai tema (alamat blog pribadiku DI SINI). Tak hanya itu, aku juga bergabung di Kompasiana, demi mengasah kemampuan menulis dan berdiskusi dengan berbagai lapisan sosial. Beberapa tulisan blog, aku tampilkan pula di Kompasiana demi memancing debat dan diskusi yang intens dengan para audiens. Di sini, aku menemukan sebuah rumah yang nyaman sekaligus menantang untuk diskusi, adu argumentasi, dan bisa saling belajar.
Kompasiana mengasah kemampuan untuk mengenali isu-isu terbaru serta dinamika wacana yang tengah hangat di negeri ini. Aku juga belajar untuk mengenali isu-isu apa yang kelak akan menjadi trend di masa depan, serta apa saja yang harus dilakukan. Memang, dinamika yang terjadi di rumah sehat ini seringkali kebablasan. Tapi aku tak pernah mau menempatkan diri dalam polemik yang berkepanjangan. Aku belajar kalau setiap orang punya landasan berpikir sendiri-sendiri yang dibentuk oleh pengalaman. Adalah sesuatu yang wajar ketika seseorang berbeda pandangan. Namun amat tidak wajar jika seseorang mati-matian mempertahankan pendapatnya, tanpa harus mendengarkan yang lain.
1316204162753158111Akhirnya, suatu hari aku menemukan pengumuman tentang beasiswa ke luar negeri. Mulanya aku agak takut untuk mencobanya. Namun seorang teman mengingatkan bahwa hidup ini tidak seindah sebagaimana Aladin menemukan lampu wasiat. Semuanya harus dimulai dari kerja keras dan mencoba setiap peluang. Ketika dirimu mencoba satu peluang, maka dirimu punya kesempatan untuk mencetak keajaiban. Namun ketika dirimu tak pernah mencoba, jangan pernah berharap ada keajaiban yang menyapa, sebagaimana Aladin menemukan lampu wasiat.
Kalimat ini serupa mantra yang menyalakan sesuatu dalam jiwaku. Ada inspirasi yang tiba-tiba menyelusup. Barangkali, kehidupan adalah sebuah panggung di mana kita mesti menjemput beragam peluang. Kita mesti menghadapi hidup sebagaimana seorang nelayan yang setia menebar jaring di mana-mana. Tak semua jaring akan menghasilkan ikan, namun dengan cara menebar di mana-mana, ia sedang memperbesar peluang. Ia sedang menebar harapan.
Yah.. Hidup ini ibarat menebar harapan. Mencoba beragam peluang ibarat menabung harapan yang kelak akan berbuah sesuatu. Kau tak pernah tahu kapan jaring itu akan menjerat ikan, namun saat itu datang, kau akan menyadari bahwa semuanya diawali ikhtiar untuk menebar harapan. Semuanya adalah hasil dari kerja keras, serta keberanian untuk menjemput semua peluang. Dirimu telah melempar jaring, dan kelak dirimulah yang akan disapa keajaiban. Sebab keajaiban tak akan hadir pada mereka yang hanya bisa berpangkutangan, mereka yang hanya menunggu, mereka yang hanya memelihara pesimisme, sehingga tak mau melakukan apapun. Keajaiban adalah milik mereka yang menyingsingkan lengan baju untuk melakukan sesuatu, tanpa pesimis, serta berani menebar jarring harapan.
Mulailah aku menjalani seleksi. Menurut informasi, jumlah pendaftar beasiswa itu adalah 9.000 orang dari seluruh Indonesia. Tapi informasi itu tidak menyurutkan langkah. Yang penting aku berbuat yang terbaik. Pada tahapan awal, aku diminta menuliskan study objective dan personal statement. Keduanya penting sebab menjadi patokan  bagi para juri untuk melihat apakah kita layak menerima beasiswa ataukah tidak. Berbekal pengalaman berkompasiana, aku mulai bisa mmetakan mana agenda riset yang urgen di masa depan. Aku juga mulai bisa menuliskan personal statement yang baik serta kuat, berkat latihan menulis selama ini melalui blog. Pengalaman menulis itu juga berguna sebab melatih kita untuk berpikir cepat dan dengan segera menuliskan gagasan itu, tanpa harus menunggu datangnya inspirasi. Pengalaman berinteraksi di Kompasiana membuatku bisa membedakan mana hal yang penting dan mana hal yang tidak penting.
Dalam seleksi yang kuikuti ini, semua peserta mesti melampirkan beberapa contoh tulisan. Beberapa tulisanku yang terbaik dan pernah tayang di media massa, kukumpulkan dan dibundel menjadi satu. Aku juga menyeleksi beberapa tulisanku yang pernah jadi HL di Kompasiana, kemudian di-print dan dimasukkan dalam dokumen itu. Aku tak peduli apa kata teman yang mengatakan bahwa aku mengirimkan banyak dokumen ke juri sehingga amplop formulirku nampak tebal. Pikirku, daripada berkas itu berserakan di rumah, mendingan dikirim ke kantor juri beasiswa itu.
Aku merasakan dampak berkompasiana. Beberapa juri adalah jurnalis senior Kompas serta aktivis media yang cukup kondang di Indonesia. Mereka pernah membaca tulisanku dan pernah pula berinteraksi dengan berbagai hal yang kutuliskan. Mereka memberi respon positif dan berharap agar hasrat menulis itu tidak pernah padam.
Kerja keras itu membuahkan hasil. Aku dinyatakan lulus beasiswa dan mesti tinggal selama enam bulan di Jakarta untuk memperdalam bahasa. Setelah belajar selama enam bulan, aku berhasil mendapatkan nilai yang baik dan berhak untuk melamar ke universitas idaman. Saat inilah, aku kembali menyusun artikel mengapa memilih kampus dan jurusan tertentu. Kembali, pengalaman menulis blog menjadi penyelamat hingga akhirnya datang panggilan untuk studi dari Ohio University at Athens.
1343055690814445056
saat di kampus
Setelah menyelesaikan semua berkas dan administrasi, hari aku berada di pesawat Delta Airline. Tak lama lagi pesawat ini akan mendarat di Bandara Detroit. Aku masih merenungi perjalanan panjang hingga menggapai tiket ini. Dari keseluruhan proses yang pernah kujalani, aku telah menjalaninya dengan sukses. Dan dari keseluruhan proses itu, kemampuan menulis ibarat dua kepak sayap yang menerbangkan saya menggapai langit-langit impian. Semuanya berkat menulis di blog, sebuah aktivitas yang disepelekan banyak orang. Sekali lagi, semuanya berkat menulis di blog, termasuk menulis di Kompasiana.(*)
Athens, Ohio, 3 September 2011

date Jumat, 02 November 2012

0 komentar to “Cerita motivasi " Hasil menulis di blog"”

Leave a Reply: